Ritual Sipaha Lima, Rasa Syukur Parmalim kepada Debata Mulajadi Nabolon
METROSIANTAR, TOBASA-Ribuan masyarakat dari berbagai daerah, khususnya yang menganut aliran kepercayaan Malim atau biasa disebut Parmalim menggelar upacara suci Sipaha Lima.
Upacara hari besar yang digelar selama tiga hari, mulai Minggu (28/6) hingga Selasa (30/6) dipusatkan di Bale Pasogit, Desa Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti.
Sebagaimana dalam kalender Batak, Sipaha Lima diperingati setahun sekali sebagai bentuk syukur atau ungkapan terima kasih atas apa yang dicapai kepada sang pencipta Debata Mulajadi Nabolon.
Untuk tahun ini, Sipaha Lima dirayakan pada 28-30 Juni. Upacara diisi dengan doa-doa, tor-tor, penyerahan persembahan dan penyampaian nasihat-nasihat dari pimpinan Parmalim yang disebut Ihutan. Ihutan saat ini dipimpin oleh Raja M Naipospos.
Seperti penuturan Toga Sitorus, salah satu keturunan pimpinan kepercayaan Parmalim. Upacara Sipaha Lima yang paling sakral adalah upacara pemberian persembahan (Pameleon) melalui berbagai jenis makanan khas Batak dan penyembelihan seekor lembu hitam. Itu dipersembahkan kepada sang pencipta yang sebelumnya telah disucikan.
Persembahan diletakkan dalam tempat yang disediakan atau disebut langgatan dengan dipimpin langsung oleh Ihutan. Kemudian digelar acara doa dan diselingi musik gondang sabangunan.
Seperti wartawan, pada saat acara terlihat seluruh umat mengenakan sarung dan ulos. Namun ada perbedaan, dimana pria yang sudah menikah menggunakan pengikat kepala yang disebut tali-tali dari kain berwarna putih. Berbeda lagi khusuh Ihutan, mengenakan tali-tali berwarna hitam yang menandakan kepemimpinan dan tanggung jawab. Sedangkan untuk wanita, selain mengenakan sarung juga mengenakan selendang (hande-hande).
Informasi yang dihimpun, acara tersebut akan digelar hingga esok (Selasa) dengan acara penutup.
Sementara itu, informasi yang diperoleh, aliran kepercayaan Parmalim baru terbentuk diawal 1900-an oleh Raja Mulia Naipospos. Dari catatan sejarah, kronologis pendirian Parmalim berkaitan dengan kematian Sisingamangaraja XII, 17 Juni 1907 oleh Belanda. Bagi Parmalim, Sisingamangaraja XII, tak lain adalah salah seorang malim (orang suci).
Ia memimpin masyarakat Batak, termasuk dari penjajahan kolonial. Sisingamangaraja XII memberikan titah kepada Raja Mulia Naipospos, agar melembagakan ajaran-ajaran yang ia dan pendahulunya ajarkan.
Dengan demikian penganutnya dapat berkumpul bersama serta memiliki identitas agama yang jelas. Sejak itu, ajaran-ajaran Parmalim pun diformalkan melalui sebuah aliran kerpacayaan.
Dengan demikian penganutnya dapat berkumpul bersama serta memiliki identitas agama yang jelas. Sejak itu, ajaran-ajaran Parmalim pun diformalkan melalui sebuah aliran kerpacayaan.
Kata ‘malim’sendiri berarti suci. Jadi secara umum, Parmalim mengajarkan kesucian kepada para pemeluknya. Seperti samawi lainnya, Parmalim juga memiliki rumah ibadah yang disebut ‘parsaktian’.
Mereka menyebut Tuhan dengan istilah ‘debata mulajadi nabolon’. Juga mempunyai para nabi yang disebut ‘malim ni debata’. Malim ni debata sendiri atas 2 kelompok.
Pertama kelompok yang berdiam di Banua Ginjang (khayangan) di antaranya; Debata Na Tolu (Batara Guru, Debata Sori dan Bala Bulan) Si Boru Deak Parujar, Si Boru Saniang Naga dan Nagapadohaniaji.
Sedangkan kelompok kedua adalah sosok manusia yang mendapat berkat atau wahyu dari Mulajadi Nabolon untuk memimpin bangsa Batak, yakni Raja Uti, Tuhan Simarimbulubosi, Raja Na Opat Puluh Opat (44) dan Sisingamangaraja.
Selain itu, Parmalim juga memiliki kitab suci yang disebut pustaha malim. Mereka juga menggelar sejumlah perayaan suci agama. Salah satu yang paling penting dari perayaan agama itu adalah Sipaha Lima.(ft)
http://www.metrosiantar.com/2015/06/30/196933/ritual-sipaha-lima-rasa-syukur-parmalim-ke-debata-mulajadi-nabolon/
0 comments:
Post a Comment