Pages

Sunday, May 31, 2015

Agama Malim di Tanah Batak : Prof. Dr. Ibrahim Gultom

Agama Malim di Tanah Batak


Judul Buku : Agama Malim di Tanah Batak Penulis : Prof. Dr. Ibrahim Gultom Penerbit : Bumi Aksara 2010 Tebal : 374 halaman

Buku Agama Malim yang ditulis Prof Dr. Ibrahim Gultom ini, mulanya adalah sebuah disertasi beliau untuk meraih gelar Ph. D di Universiti Kebangsaan Malayasia (UKM). Disertasi itu, diakui, ia kerjakan selama 2 tahun di daerah Batak Toba, khususnya di pusat Agama Malim yang berkedudukan di Hutatinggi, Laguboti.
Buku ini dimulai dengan penjelasan teknis penelitian. Kemudian berturut-turut dibahas Tentang Sekilas Suku Bangsa Batak, Lahirnya Agama Malim, Kosmologi Agama Malim, Sistem Kepercayaan Agama Malim, Ajaran dan Sumber Hukum Agama Malim, Ritual Agama Malim, Struktur Organisasi dan Sumber Keuangan Agama Malim serta Analisis dan Kesimpulan berikut dengan tabel dan glosarium di akhir buku.

Mitos, Sejarah dan Karya Ilmiah
Mitos sering menjadi daya tarik antropolog untuk melakukan riset. Bagi antropolog, mitos bukanlah sesuatu yang naïf dan tak berdasar. Sebaliknya dicurigai cikal bakal sebuah fakta dan peristiwa sejarah. Mitos yang dikembangkan secara oral, bukan tak mungkin benar, meski juga sering sekedar foklor.

Membicarakan Parmalim tak lepas dari mitos dan sejarah Batak (baca; Toba). Parmalim sering merupakan irisan dari keduanya. Yang mitos bagi masyarakat Batak, oleh Parmalim sebagian besar diyakini benar. Misalnya, kisah penciptaan dunia oleh Mulajadi Na Bolon (Pencipta tak Bermula) melalui putrinya Si Boru Deak Parujar yang menempah sepetak demi sepetak tanah.

Adalah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia, manusia yang pertama kali diciptakan dan berdiam di Dolok (gunung) Pusuk Buhit (salah satu gunung tertinggi di dataran tinggi Batak) di Sianjur Mula-mula. Dalam proses itu tersebutlah nama-nama seperti Raja Odap-Odap, Si Boru Saniang Naga, Nagapadoha ni aji yang yang mendapat tempat khusus dalam ajaran Malim.

Sedang dari kajian sejarah dan antropologi, muasal orang Batak terdiri dari banyak versi. Ada yang beranggapan bahwa mereka berasal dari India Selatan. Ada juga yang mengatakan masih termasuk satu rumpun Melayu yang tertua di Sumatera. Ada Pendapat lain menjelaskan suku Batak masih berhubungan dengan kelompok masyarakat di pedalaman Filipina.

Karenanya sejarawan, menganggap kisah-kisah di atas berikut tokoh yang memerankannya hanyalah mitos belaka.

Perintis ajaran Malim di Tanah Batak, mulanya adalah Raja Uti, yang oleh Parmalim diyakini sebagai utusan langsung Mulajadi Na Bolon dengan tujuan rekonsiliasi antara Banua Ginjang dan Banua Tonga (dunia) yang ketika itu mulai renggang.

Kepemimpinan Raja Uti kemudian diteruskan oleh Tuhan Simarimbulubosi dan dilanjutkan Raja Na Opat Puluh Opat setelahnya Raja Sisingamangaraja (I-XII) dan terakhir Raja Nasiakbagi. Setelah Raja Nasiakbagi, tongkat estafet diserahkan kepada Raja Mulia Naipospos, yang merupakan sahabat Raja Nasiakbagi. Di masa Raja Mulia Naipospos inilah ajaran Malim kemudian dilembagakan menjadi Agama Malim.

Kini kepemimpinan, yang disebut juga iuhutan, diemban oleh Marnangkok Naipospos, turunan langsung Raja Mulia Naipospos. Parmalim meyakini Raja Uti, Tuhan Simarimbulubosi, Raja Na Opat Puluh Opat , Sisingamangaraja (Parmalim tak pernah menyebut I- XII karena meyakininya sebagai titisan) Raja Nasiakbagi sebagai utusan Mulajadi Na Balon ke Banua Tonga. Para tokoh ini amat disakralkan, sebagaimana nabi dalam agama samawi.

Jika dirunut ajaran Agama Malim di Tanah Batak sudah berkembang jauh sebelum agama-agama samawi masuk. Menurut buku ini, Sisingamangaraja I saja hidup di tahun 1515 M. Padahal dari Raja Uti ke Sisingamangaraja I ada 2 generasi lagi, yakni Tuhan Simarimbulubosi dan Raja Na Opat Pulu Opat. Sedangkan Kristen misalnya masuk ke Tanah Batak di akhir abad ke- 18.

Memang kelembagaan Agama Malim baru terbentuk di akhir tahun 1800 an. Tetapi jauh sebelum itu, di masyarakat Batak, sudah tercipta satu tatanan hidup religius yang berlaku di masyarakat yang diklaim Parmalim, sebagai ajaran Agama Malim (karenanya Parmalim menolak agamanya disebut sempalan).

Dalam konteks pranata sosial, dikenal falsafah Suhi Ni Ampang Na Opat (SuNANO) yang belakangan menjadi Dalihan Na Tolu (DNT). Konsep SuNANO diperkenalkan pertama kali oleh Raja Uti, yang menegaskan bahwa masyarakat Batak selain; somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu (Dalihan Na Tolu) juga harus patuh dengan perintah raja, dalam hal ini disebut dengan pemimpin agama.

Tetapi oleh penjajah Belanda (?) yang terakhir dihilangkan dengan tujuan menghapus kekuasaan dan kharisma raja sebagai bagian dari penjinakan perlawanan. Dalam hal kosmologinya, Parmalim mengimani adanya tiga alam "kehidupan" yakni Banua Ginjang (khayangan), Banua Tongam (bumi) Banua Toru. (Oleh : Jones Gultombawah)

Sumber : medanbisnisdaily.com

0 comments:

Post a Comment

Adsense